Babad Dermayu
Pada pupuh ini disampaikan silsilah, dimulai dari
Ngabehi Wirasecapa dari Bagelen. Nama-nama yang disebutkan selanjutnya adalah
Pangeran Hadi, Tumenggung Gagak Pernala, Pringgandipura,Gagak Wirahandaka,
Gagak Kumitir, Gagak Wirakusuma, Gagak Singalodraka, Wangsanagara, Wangsayuda,
Wiralodra, Tanujaya, Tanujiwa.
Dikisahkan Wiralodra bertapa agar mendapat
kemuliaan. Pada malam Jumat ia mendapat petunjuk. Petunjuk yang didapat
Wiralodra adalah agar ia membabat hutan di kali Cimanuk. Wiralodra kemudian
berangkat ditemani Ki Tinggil menuju selatan kaki gunung. Setelah tiga tahun
berkelana keduanya bertemu dengan Buyut Sidum yang memberi petunjuk mengenai
tempat yang dicarinya. Buyut Sidum kemudian menghilang.
Keesokan harinya mereka berjalan hingga tiba di
Pasir Kucing dan menemukan kali yang jernih. Wiralodra kemudian mandi sedangkan
Ki Tinggil tertidur hingga dua minggu lamanya. Mereka kemudian menuju arah
utara dan bertemu dengan Wirasetra. Keduanya beristirahat dan disuguhi makan.
Setelah sebulan lamanya keduanya berpamitan untuk melanjutkan perjalanan.
Setelah dua bulan keduanya bertemu kembali dengan
Ki Sidum yang menyediakannya macam-macam tanaman palawija. Ki Sidum menyamar
sehingga keduanya tidak mengenalinya dan terjadi perkelahian karena Ki Sidum
pura-pura marah.
Ki Sidum memberi petunjuk bahwa tempat yang
dicari mereka sudah hampir dekat. Wiralodra diperintahkan untuk menyebrang.
Bila menemukan kijang mas bermata intan harus dikejar. Bila kijang itu
menghilang maka itulah tempat yang dituju. Keduanya bertemu dengan macam-macam
binatang buas. Ketika bertemu dengan ular maka ular itu dipukulnya dan berubah
menjadi sungai. Lalu ia menemukan kijang yang kemudian berubah menjadi wanita
cantik. Wiralodra menghampiri perempuan tersebut, yang mengaku dirinya bernama
Larawana, dan ia belum menikah. Keduanya kemudian berkelahi dan Larawana
berubah menjadi kijang mas. Wiralodra dan Ki Tinggil kemudian mengejar kijang
mas tersebut menuju arah timur dan berhenti di sungai Cimanuk. Kemudian
terdengar petunjuk bahwa tempat itulah yang mereka cari.
Wiralodra kemudian membabat hutan sehingga berbagai binatang buas dan makhluk halus melarikan diri. Hal itu membuat Ki Gede Muara marah dan terjadi pertarungan.
Ki Tinggil lalu membaca mantra sehingga para siluman menjadi lumpuh. Saat itu datang utusan dari Tunjung Mas, yang mengatakan tidak boleh mengganggu Wiralodra karena keturunan Majapahit. Setelah itu tidak ada gangguan lagi sehingga keduanya dapat membuat pondokan dan berkebun dengan nyaman. Lama kelamaan banyak orang berdatangan dan Ki Tinggil dijadikan lurah. Setelah tiga tahun Wiralodra kembali ke Bagelen menemui ayah dan ibunya. Ternyata ayahnya mengangkat Wiralodra untuk memimpin Bagelen dibantu adik-adiknya, yaitu Wangsayuda, Tanujaya, Wangsanagari, dan Tanujaya.
Wiralodra kemudian membabat hutan sehingga berbagai binatang buas dan makhluk halus melarikan diri. Hal itu membuat Ki Gede Muara marah dan terjadi pertarungan.
Ki Tinggil lalu membaca mantra sehingga para siluman menjadi lumpuh. Saat itu datang utusan dari Tunjung Mas, yang mengatakan tidak boleh mengganggu Wiralodra karena keturunan Majapahit. Setelah itu tidak ada gangguan lagi sehingga keduanya dapat membuat pondokan dan berkebun dengan nyaman. Lama kelamaan banyak orang berdatangan dan Ki Tinggil dijadikan lurah. Setelah tiga tahun Wiralodra kembali ke Bagelen menemui ayah dan ibunya. Ternyata ayahnya mengangkat Wiralodra untuk memimpin Bagelen dibantu adik-adiknya, yaitu Wangsayuda, Tanujaya, Wangsanagari, dan Tanujaya.
Dikisahkan Ki Tinggil yang menjadi lurah
mengangkat beberapa orang untuk membantunya, yaitu Bayantaka, Jayantaka,
Surantaka, Wanaswara, Puspahita, dan Ki Pulana.
Tiba-tiba datang perempuan cantik yang bernama Nyi Hindang Darma ke kampung Ki Tinggil. Nyi Hindang Darma diizinkan untuk membuat pondokan di tempat itu. Ki Tinggil mempunyai rencana untuk memberikan Nyi Hindang agar dijadikan istri oleh Wiralodra.
Keberadaan Nyi Hindang Darma sampai ke telinga Pangeran Palembang. Pangeran Palembnang dengan murid-muridnya datang hendak menyerang Nyi Hindang tetapi berubah menjadi terpesona oleh kecantikan Nyi Hindang. Lalu terjadi perkelahian antara Nyi Hindang dengan Pangeran Palembang. Karena kesaktiannya, Nyi Hindang dapat mengalahkan musuhnya hingga tewas.
Ki Tinggil melaporkan kejadian tersebut kepada Wiralodra di Bagelen. Ia juga menyarankan agar Wiralodra dengan adik-adiknya pergi ke pondokan yang mereka buat. Mereka kemudian berangkat. Sesampainya di pondokan, Ki Pulaha diminta untuk mengundang Nyi Hindang.
Tiba-tiba datang perempuan cantik yang bernama Nyi Hindang Darma ke kampung Ki Tinggil. Nyi Hindang Darma diizinkan untuk membuat pondokan di tempat itu. Ki Tinggil mempunyai rencana untuk memberikan Nyi Hindang agar dijadikan istri oleh Wiralodra.
Keberadaan Nyi Hindang Darma sampai ke telinga Pangeran Palembang. Pangeran Palembnang dengan murid-muridnya datang hendak menyerang Nyi Hindang tetapi berubah menjadi terpesona oleh kecantikan Nyi Hindang. Lalu terjadi perkelahian antara Nyi Hindang dengan Pangeran Palembang. Karena kesaktiannya, Nyi Hindang dapat mengalahkan musuhnya hingga tewas.
Ki Tinggil melaporkan kejadian tersebut kepada Wiralodra di Bagelen. Ia juga menyarankan agar Wiralodra dengan adik-adiknya pergi ke pondokan yang mereka buat. Mereka kemudian berangkat. Sesampainya di pondokan, Ki Pulaha diminta untuk mengundang Nyi Hindang.
Nyi Hindang memenuhi undangan Wiralodra. Semua
terpesona melihat kecantikannya. Atas permintaan Wiralodra Nyi Hindang
menceritakan pertarungannya dengan Pangeran Palembang. Wiralodra dan
adik-adiknya bertarung dengan Nyi Hindang setelah terlebih dahulu mengadakan
perjanjian. Yang kalah menjadi pembantu yang menang. Keempat adik Wiralodra
sudah kalah.
Wiralodra dan Nyi Hindang masuk hutan untuk
bertarung. Karena tidak bias mengalahkan Wiralodra, Nyi Hindang lalu menghilang
dan berubah wujud berkali-kali. Wiralodra tidak berhasil menangkap Nyi Hindang.
Ia mendengar suara Nyi Hindang agar memberi nama tempat itu menjadi Darmayu. Wiralodra
melanjutkan perjalanan menuju barat dan sampai di Pegaden. Setelah tiga malam
kemudian kembali ke Cimanuk. Sesampainya di Cimanuk ia dikejutkan oleh
kedatangan pasukan Pangeran Haryakuningan dari Gerage. Ia diperintahkan Sultan
untuk memeriksa orang yang membuat negara. Terjadi pertarungan antara Arya
Kumuning dengan Wiralodra. Kuda Arya Kumuning tunduk kepada Wiralodra dan
membawa Arya Kumuning ke Kuningan. Setelah sampai kuda itu melepaskan Arya
Kumuning lalu melarikan diri ke hutan. Patih Kuningan yang bernama Dipasarah
lalu diperintahkan untuk mengabdi kepada Wiralodra.
Wiralodra kembali kepada pasukannya. Perkampungan
yang dibuat tersebut kemudian diubah menjadi negara dan diberi nama Darmayu dan
diadakan pesta selamatan. Adik-adik Wiralodra kemudian kembali ke Bagelen. Datang
buronan dari Jepara yang akan merebut negara, yaitu Watuhaji dan pasukannya.
Wiralodra berhadapan dengan Watuhaji. Keduanya sama kuatnya. Wiralodra
mengeluarkan kesaktiannya, begitu pula Watuhaji. Watuhaji dan pasukannya
seharusnya dikirimkan ke Mataram untuk dihukum mati, tetapi Wiralodra
membiarkannya tetap hidup dan diperintahkan untuk menuju gunung. Pasukan
Watuhaji menjadi perampok.
Lama-kelamaan Darmayu menjadi negara yang ramai,
banyak pendatang dari Sumatra, Palembang, Bogor, dan Karawang. Pasukan dari
Bogor dan Karawang datang karena terdesak oleh pasukan Belanda. Mereka
mempersembahkan harta kepada Wiralodra sehingga Wiralodra menjadi sangat kaya.
Wiralodra memiliki anak yang bernama Sutamerta,
Wirapati, Nyayu Hinten, Drayantaka. Setelah Wiralodra meninggal dunia
digantikan oleh Wirapati dan disebut Wiralodra II. Wiralodra II memiliki dua
orang istri dan 13 putra. Nama putranya yaitu Raden Kowi, Raden Timur, Raden
Sumerdi (Samerdi), Raden Wirantaka, Raden Wiratmaja, Hajeng Raksawiwangsa,
Hajeng Sutamerta, Hajeng Nayawangsa, Hajeng Wiralaksana, Hajeng Hadiwangsa,
Hajeng Wilastro, Hajeng Puspataruna, dan Hajeng Patranaya. Nyayu Hinten menikah
dengan Werdinata, saudara Wirapati. Anaknya diberi nama Raden Wringin Hanom.
Wirapati dimintai tolong oleh Dalem Sumedang untuk menghadapi padukan Dalem Ciamis dan Kuningan. Wirapati (Wiralodra II) dengan Raden Waringin Hanom dapat mengalahkan musuh Dalem Sumedang. Dalem Sumedang menyatakan bahwa Sumedang disatukan dengan Indramayu, termasuk pesisir Kandanghaur.
Ketika Wiralodra II meninggal dunia digantikan oleh Raden Sawerdi (Wiralodra III). Ia mempunyai putra empat orang, yaitu Raden Benggala, Raden Benggali, Hajeng Singawijaya, dan Hajeng Raksawinata. Ketika Wiralodra III meninggal dunia Benggali menginginkan jabatan. Tetapi berdasarkan ketentuan yang menggantikan harus Benggala. Benggali mengancam sehingga proses pergantian bupati tertunda lima bulan. Keputusan dari Betawi memperkuat bahwa yang menjadi pengganti adalah Benggala (Wiralodra IV).
Benggala (Wiralodra IV) mempunyai delapan orang anak, yaitu laki-laki Raden Lahut, Raden Ganar (Gandur), Hajeng Parwawinata, Raden Solo alias Kartawijaya, Hajeng Nahiyasta, Hajeng Gembrak, Hajeng Tayub, dan Hajeng Moka.
Wirapati dimintai tolong oleh Dalem Sumedang untuk menghadapi padukan Dalem Ciamis dan Kuningan. Wirapati (Wiralodra II) dengan Raden Waringin Hanom dapat mengalahkan musuh Dalem Sumedang. Dalem Sumedang menyatakan bahwa Sumedang disatukan dengan Indramayu, termasuk pesisir Kandanghaur.
Ketika Wiralodra II meninggal dunia digantikan oleh Raden Sawerdi (Wiralodra III). Ia mempunyai putra empat orang, yaitu Raden Benggala, Raden Benggali, Hajeng Singawijaya, dan Hajeng Raksawinata. Ketika Wiralodra III meninggal dunia Benggali menginginkan jabatan. Tetapi berdasarkan ketentuan yang menggantikan harus Benggala. Benggali mengancam sehingga proses pergantian bupati tertunda lima bulan. Keputusan dari Betawi memperkuat bahwa yang menjadi pengganti adalah Benggala (Wiralodra IV).
Benggala (Wiralodra IV) mempunyai delapan orang anak, yaitu laki-laki Raden Lahut, Raden Ganar (Gandur), Hajeng Parwawinata, Raden Solo alias Kartawijaya, Hajeng Nahiyasta, Hajeng Gembrak, Hajeng Tayub, dan Hajeng Moka.
Nyai Moka pekerjaannya mengaji, sehingga diadakan
tempat pengajian untuk keluarga dalem. Kiai mau mengajarkan mengaji asal
anaknya yang bernama Kartawijaya diterima di kadaleman. Kartawijaya kemudian
diangkat menjadi mentri di Panjunan.
Bupati di Panjunan digantikan oleh Raden Semangun, putra Singalodra. Banyak terjadi perampokan sehingga rakyat banyak merasa tidak tenteram. Para perampok itu berkumpul di Bantarjati dan berasal dari Biyawak Jatitujuh, Kulinyar, dan Pasiripis. Jumlahnya sekitar 700 orang, dipimpin oleh Bagus Kandar, Bagus Rangin, Surapersanda, Bagus Leja, dan Bagus Seling. Mereka bersiap menyerang Darmayu. Lalu dilakukan penyerangan. Prajurit Darmayu terkejut karena ada perampok perempuan, yaitu Ciliwidara. Ciliwidara bisa melayang di angkasa sehingga tidak bisa dikalahkan. Saat itu prajurit Darmayu dipimpin oleh Kartawijaya. Kartawijaya melaporkan kejadian itu kepada Hastrasuta. Kartawijaya berhasil mengalahkan Ciliwidara. Ciliwidara kemudian menghilang. Lalu Kartawijaya
Bupati di Panjunan digantikan oleh Raden Semangun, putra Singalodra. Banyak terjadi perampokan sehingga rakyat banyak merasa tidak tenteram. Para perampok itu berkumpul di Bantarjati dan berasal dari Biyawak Jatitujuh, Kulinyar, dan Pasiripis. Jumlahnya sekitar 700 orang, dipimpin oleh Bagus Kandar, Bagus Rangin, Surapersanda, Bagus Leja, dan Bagus Seling. Mereka bersiap menyerang Darmayu. Lalu dilakukan penyerangan. Prajurit Darmayu terkejut karena ada perampok perempuan, yaitu Ciliwidara. Ciliwidara bisa melayang di angkasa sehingga tidak bisa dikalahkan. Saat itu prajurit Darmayu dipimpin oleh Kartawijaya. Kartawijaya melaporkan kejadian itu kepada Hastrasuta. Kartawijaya berhasil mengalahkan Ciliwidara. Ciliwidara kemudian menghilang. Lalu Kartawijaya
memerintahkan agar menjaga tempat menghilangnya
Ciliwidara. Hastrasuta dan Kartawijaya memperbincangkan kesaktian Ciliwidara. Pada
suatu hari, ketika Wiralodra sedang berbincang dengan Hastrasuta, datang Nyi
Jaya menyampaikan berita bahwa di Bantarjati sekitar seribu orang berkumpul
hendak menyerang Darmayu. Karena itu pasukan dipersiapkan untuk menyerang
perampok. Mereka kemudian berangkat menuju Bantarjati.
Terjadi pertempuran antara pihak Bagus Rangin dan
Hastrasuta. Setelah berhasil mengalahkan para perampok sehingga banyak yang
tewas, Hastrasuta meninggal oleh panah Ki Serit. Perampok menyamar sehingga
berhasil mendekati dan menyerang perkemahan prajurit Darmayu. Sekitar 3000
perampok yang dipimpin Bagus Rangin kemudian menyerang Darmayu. Sepanjang
perjalanan mereka merampok. Di Lobener mereka mendapat perlawanan dari orang
Cina sehingga banyak perampok yang melarikan diri. Surapersanda merayu orang
Cina agar mereka dibiarkan, sehingga para perampok itu tiba di Darmayu.
Pada tahun 1808 Dalem Darmayu menyampaikan surat kepada Gubernur Jendral di Betawi, isinya meminta bantuan. Dari Betawi datang pasukan yang dipimpin oleh Tuan Postur. Mereka pura-pura akan memberikan jabatan kepada para perampok. Bagus Rangin dan pasukannya mempercayainya. Pihak Belanda mengirim surat kepada Dalem Darmayu agar menangkap perampok yang saat itu sedang berada di Mayahan.
Prajurit Darmayu datang dan mengalahkan para perampok. Mereka diikat dan disiksa. Yang berhasil ditangkap dibawa ke Betawi untuk dipenjarakan, tetapi sebagian lainnya melarikan diri. Bagus Rangin dan Bagus Leja bersembunyi di hutan bersama anak dan istrinya. Mereka sampai di Tegal Slawi dan membuat pesanggrahan. Bagus Rangin mengirim surat tantangan kepada Wangsakerti. Wangsakerti mengirimkan utusannya. Terjadi pertarungan antara kedua belah pihak. Pihak Bagus Rangin banyak yang tewas. Ketika pihak Wangsakerti hampir kalah datang bantuan dari Setrokusumah.
Terjadi pertempuran antara pasukan Bagus Rangin dangan pasukan Jaka Patuwakan, anak Wangsakerti. Bagus Rangin kalah dan melarikan diri ke Karawang, sedangkan Bagus Leja dan Bagus Kandar dikirim ke Betawi. Ketika di laut Bagus Leja dan Bagus Kandar melompat dan melarikan diri ke hutan. Para mantri yang ditugaskan mengawal tahanan menjadi kebingungan. Kartawijaya dan Raden Welang lalu hendak melapor kepada Sinuhun. Di Palimanan mereka melihat serdadu yang menjaga sumur yang ditutup rapat. Keduanya memaksa sehingga diserang serdadu tetapi tidak berhasil ditangkap. Sesampainya di Garage mereka melaporkan hilangnya para tahanan. Komandan yang ada di Palimanan lalu mengirim surat kepada Gubernur Jendral di Betawi. Gubernur Jendral marah dan memerintahkan empat puluh orang serdadu untuk menyerang Cirebon. Sultan Cirebon memberikan senjata pusakanya kepada Kartawijaya dan Welang untuk menghadapi Gubernur Jendral dan pasukannya.
Pada tahun 1808 Dalem Darmayu menyampaikan surat kepada Gubernur Jendral di Betawi, isinya meminta bantuan. Dari Betawi datang pasukan yang dipimpin oleh Tuan Postur. Mereka pura-pura akan memberikan jabatan kepada para perampok. Bagus Rangin dan pasukannya mempercayainya. Pihak Belanda mengirim surat kepada Dalem Darmayu agar menangkap perampok yang saat itu sedang berada di Mayahan.
Prajurit Darmayu datang dan mengalahkan para perampok. Mereka diikat dan disiksa. Yang berhasil ditangkap dibawa ke Betawi untuk dipenjarakan, tetapi sebagian lainnya melarikan diri. Bagus Rangin dan Bagus Leja bersembunyi di hutan bersama anak dan istrinya. Mereka sampai di Tegal Slawi dan membuat pesanggrahan. Bagus Rangin mengirim surat tantangan kepada Wangsakerti. Wangsakerti mengirimkan utusannya. Terjadi pertarungan antara kedua belah pihak. Pihak Bagus Rangin banyak yang tewas. Ketika pihak Wangsakerti hampir kalah datang bantuan dari Setrokusumah.
Terjadi pertempuran antara pasukan Bagus Rangin dangan pasukan Jaka Patuwakan, anak Wangsakerti. Bagus Rangin kalah dan melarikan diri ke Karawang, sedangkan Bagus Leja dan Bagus Kandar dikirim ke Betawi. Ketika di laut Bagus Leja dan Bagus Kandar melompat dan melarikan diri ke hutan. Para mantri yang ditugaskan mengawal tahanan menjadi kebingungan. Kartawijaya dan Raden Welang lalu hendak melapor kepada Sinuhun. Di Palimanan mereka melihat serdadu yang menjaga sumur yang ditutup rapat. Keduanya memaksa sehingga diserang serdadu tetapi tidak berhasil ditangkap. Sesampainya di Garage mereka melaporkan hilangnya para tahanan. Komandan yang ada di Palimanan lalu mengirim surat kepada Gubernur Jendral di Betawi. Gubernur Jendral marah dan memerintahkan empat puluh orang serdadu untuk menyerang Cirebon. Sultan Cirebon memberikan senjata pusakanya kepada Kartawijaya dan Welang untuk menghadapi Gubernur Jendral dan pasukannya.
Kartawijaya dan Welang sudah tiba di Betawi.
Keduanya dimarahi dan dicaci. Kartawijaya dan Welang dihukum dan dipasangi lima
lusin meriam. Kiai Kuwu tidak tega melihatnya. Ia kemudian merasuki dan
mengamuk sehingga pasukan jendral banyak yang tewas akibat bertarung dengan
teman sendiri. Raden Welang tewas ditembak menggunakan senapan yang diisi
dengan peluru yang terbuat dari intan.
Keris pusaka menghilang dan Kartawijaya tewas ditembak. Mayatnya menghilang. Gubernur Jendral marah dan mengirim pasukan ke Cirebon sebanyak tiga kapal, agar Cirebon mengganti kerugian Belanda. Gubernur Jendral datang ke Mataram dan berpura-pura sedih. Sambil menangis ia menceritakan pertempuran yang merugikan pihaknya. Sultan lalu memerintahkan para tamtamanya untuk menyerang Cirebon. Cirebon diserahkan kepada Belanda. Gubernur Jendral dengan pasukannya kembali ke Batawi. Ia memanggil Wiralodra agar mengganti kerugian Belanda sejumlah Rp 11.030. Bupati tidak memiliki uang sebanyak itu sehingga Darmayu diserahkan kepada Belanda pada tahun 1610. Bupati meninggal dunia. Anaknya yaitu Raden Krestal (Wiralodra). Wiralodra memiliki tujuh orang anak, yaitu Raden Marngali Wirakusuma yang menjadi demang Bebersindang, Nyayu Wiradibrata, Nyayu Hempuh, Nyayu Pungsi, Nyayu Lotama, dan Hanjani. Bupati merasa bingung karena mertuanya menjadi perampok. Ia lalu mengirim surat ke Betawi. Tidak lama datang pasukan sehingga perampok ditangkapi. Singatruna kemudian diangkat menjadi wedana Jatibarang. Ia terkenal bijaksana sehingga disegani rakyatnya. Ia memiliki lima orang putra, yaitu Patimah, Nyayu Juleka, Brataleksana, Bratasentana, dan Bratasuwita. Raden Rangga memiliki dua orang anak, yaitu Raden Mardada, Raden Wiramadengda, dan Nyi Sumbaga. Kalektor memiliki lima orang anak, yaitu Hardiwijaya, Sudirah, dan Nyai Juminah. Sedangkan Kartawijaya hanya memiliki satu orang anak, yaitu Raden Karta Kusuma. Ratu Hatma memiliki tiga orang anak, yaitu Biska, dan Kertadiprana. Kertadiprana mempunyai anak bernama Kertahudaka, Mangundria, Muhadapan, Nyayu Jenikuwu, dan Kertahatmaja.
Keris pusaka menghilang dan Kartawijaya tewas ditembak. Mayatnya menghilang. Gubernur Jendral marah dan mengirim pasukan ke Cirebon sebanyak tiga kapal, agar Cirebon mengganti kerugian Belanda. Gubernur Jendral datang ke Mataram dan berpura-pura sedih. Sambil menangis ia menceritakan pertempuran yang merugikan pihaknya. Sultan lalu memerintahkan para tamtamanya untuk menyerang Cirebon. Cirebon diserahkan kepada Belanda. Gubernur Jendral dengan pasukannya kembali ke Batawi. Ia memanggil Wiralodra agar mengganti kerugian Belanda sejumlah Rp 11.030. Bupati tidak memiliki uang sebanyak itu sehingga Darmayu diserahkan kepada Belanda pada tahun 1610. Bupati meninggal dunia. Anaknya yaitu Raden Krestal (Wiralodra). Wiralodra memiliki tujuh orang anak, yaitu Raden Marngali Wirakusuma yang menjadi demang Bebersindang, Nyayu Wiradibrata, Nyayu Hempuh, Nyayu Pungsi, Nyayu Lotama, dan Hanjani. Bupati merasa bingung karena mertuanya menjadi perampok. Ia lalu mengirim surat ke Betawi. Tidak lama datang pasukan sehingga perampok ditangkapi. Singatruna kemudian diangkat menjadi wedana Jatibarang. Ia terkenal bijaksana sehingga disegani rakyatnya. Ia memiliki lima orang putra, yaitu Patimah, Nyayu Juleka, Brataleksana, Bratasentana, dan Bratasuwita. Raden Rangga memiliki dua orang anak, yaitu Raden Mardada, Raden Wiramadengda, dan Nyi Sumbaga. Kalektor memiliki lima orang anak, yaitu Hardiwijaya, Sudirah, dan Nyai Juminah. Sedangkan Kartawijaya hanya memiliki satu orang anak, yaitu Raden Karta Kusuma. Ratu Hatma memiliki tiga orang anak, yaitu Biska, dan Kertadiprana. Kertadiprana mempunyai anak bernama Kertahudaka, Mangundria, Muhadapan, Nyayu Jenikuwu, dan Kertahatmaja.
Sebagai seorang dewi dari Istana Langit, Darma
Ayu harus menelan nasib pahit karena jatuh cinta pada Wira Lodra anak seorang
tumenggung yang sakti mandraguna. Karena nekat melawan larangan Istana Langit,
Darma Ayu akhirnya dibuang ke Bumi.
Dalam pengembaraannya, Wira Lodra yang sempat menolak cinta Putri Kedasih
bertemu Darma Ayu dan jatuh cinta. Demi cintanya, ia bahkan nekat mengejar
Darma Ayu ke Istana Langit. Disanalah pria itu baru tahu kalau wanita yang
dicintainya dianggap telah ternoda karena mencintai manusia dan dibuang ke Bumi
atas perintah Ratu Langit.Setelah melalui berbagai petualangan, Wira Lodra akhirnya bisa bertemu lagi dengan Darma Ayu yang telah menjadi ratu kecil di sebuah daerah yang baru dibangun oleh penduduk di tepi sungai Cimanuk.
Bersama-sama, keduanya membangun daerah baru tersebut. Namun, kebahagiaan itu rusak oleh kemunculan Putri Kedasih yang mengaku telah dihamili Wira Lodra. Keruan saja, Darma Ayu kecewa setengah mati setelah tahu kalau Wira Lodra ternyata bukan lagi seorang jejaka melainkan calon ayah.
Walaupun Wira Lodra sudah bersumpah tidak pernah melakukan apa-apa, Darma Ayu tidak percaya dan memutuskan untuk pergi. Keruan saja, Wira Lodra patah hati dan marah besar pada Putri Kedasih. Rupanya, kehamilan itu hanyalah siasat untuk menghancurkan kebahagiaan Wira Lodra dan Darma Ayu.
Dengan bantuan Guru Sambega, Wira Lodra akhirnya berhasil membongkar kebohongan dan sandiwara Putri Kedasih. Dalam keadaan kaget, Putri Kedasih dihantam oleh kenyataan bahwa Guru Aji yang membantunya supaya terlihat hamil dengan aji-ajian mendadak meninggal dunia.
Akibatnya, perut Kedasih buncit selamanya seperti orang hamil namun tidak akan pernah melahirkan. Sementara itu, Wira Lodra hanya bisa menyesali kepergian Darma Ayu dengan menyebut panggilan sayang Darmayu dalam tangisnya. Konon, dari Darmayu itulah nama kota Indramayu berasal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar